MT TANGGUNG (4 Februari 2024)

 

“Kita boleh berekspektasi tinggi dan berencana tapi kemudian untuk realisasinya tetap campur tangan Tuhan adalah segalanya -Gagal menapaki jejak di kawah ijen-”


Aku melihat sang surya yang masih menyibakkan sinar dari balik bayang awan, kutengadahkan pandangan ke atas dan kudapati langit tampak cerah -tidak seperti biasanya-. Seharian ini tidak sekalipun tanda hujan akan turun, langit hari ini terlihat cerah, tepat seperti perkiraan cuaca yang aku lihat di laman BMKG.

Namun meski tidak ada tanda-tanda akan turun hujan, tapi kulihat jam di pergelangan tangan, sudah menunjukkan pukul 15.30, apakah masih sempat-batinku-

"Pye nutut t iki? "

"Perjalanan teko kene paling gak sejam.an, terus engko mungahe kiro-kiro y sak jam, seengak.e jam set 6 bengi lah kene ws mudun"

"Gaopo ws mudun bengi pokok ono santer hp" Tambahku menimpali.

"Tapi aku wedi macete ndek dalan eh" ia masih ragu-ragu

"Ga op, pokok gas sek ws"

Sore itu kami mulai berangkat dari malang dengan harapan jalanan tidak macet seperti  hari biasanya, hari itu adalah hari minggu jadi wajarlah jika kami mengkhawatirkan lalu lintas padat kota malang. Tujuan kami adalah ke Mt tanggung, sebuah bukit yang berada di dsn pronojiwo kab pasuruan, dengan ketinggian 1458 mdpl. Tidak ada rencana jauh-jauh hari kami akan mendaki gunung ini, pun juga sebenarnya Gunung ini tidak ada dalam play list kami. tapi ini adalah lebih karena bentuk kekesalan dari kami sebab gagal pergi ke -kawah ijen-.

{Bayangkan saja, sudah semenjak semester lalu rencana ke kawah ijen sudah ada di dalam daftar tempat yang ingin kami kunjungi, tahun lalu rencana itu tidak lebih dari sekedar wacana yang nihil akan realisasi. diliburan kali ini, rencana itu jauh lebih realistis. beberapa hari lalu hampir saja malamnya kita akan berngkat andaikan kala itu tidak ada kendala pada mobil. kita akhirnya mengatur waktu ulang, mencari hari yang dirasa memungkinkan untuk seluruh pihak. tapi nahas, lagi-lagi tuhan memang tidak merestui. setelah kita kontak pihak basecamp dan menanyakan terkait boking online registrasi, dari pihak terkait menginfokan jika pendaian kawah ijen hari itu ditutup hingga tiga hari kedepan "ah sial" batinku. "belum rezeki memang".

Aku sendiri mulanya tidak begitu antusias dalam pendakian ini, satu minggu lalu aku sudah pernah naik gunung, meski bukan di gunung yang sama. selain itu sekarang adalah musim penghujan -sangat tidak nyaman untuk sekedar mendaki gunung-, ditambah lagi aku sudah beberapa kali diperingatkan oleh orang tua agar tidak bersinggungan dengan yang namanya gunung, tapi apalah daya anakmu ini keras kepala "bu, ketika nanti kau baca tulisan ini dan kau dapati anakmu yang selalu tidak mendengarkan kata-katamu -sebab ia terlalu keras kepala- mohon maafkan lah dirinya. Ia telah tumbuh menjadi sosok yg kau kenal waktu kecil dulu -tidak betah dirumah dan selalu ingin dekat dengan alam- " Ucap hati kecilku.}

Kekhawatiran kami akan jalanan kota malang yang macet di waktu weekend sepenuhnya terbantahkan, lalu lintas pada hari itu lancar dan tidak macet "mungkin karena masih libur semester dan para pelajar juga masih belum banyak kembali" pikirku mencari alasan.

Kami berkejaran dengan waktu, sebentar aku memandang ke langit memastikan matahari masih menjatuhkan sinarnya, aku sendiri yang dibonceng Mas’udi mengunakan motor nmax hanya bisa berdo'a, sesekali aku memperingatkannya agar tidak terlalu cepat sebab ban sepeda belakang yang sudah mulai tipis, sesekali juga aku mengingatkan untuk memelankan kecepatanya dan menunggui seseorang yang tertinggal jauh di belakang.

Tepat pukul 16.45 kita sudah sampai di base camp tanggung, first impression ku ketika itu "apakah benar ini adalah Mt tanggung? Terlihat hanya seperti bukit biasa, palingan tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa berada di puncaknya" Remehku waktu itu.

Seberes membayar parkir dan tiket pendakian, seberes mengemasi barang yang akan dibawa dan barang yang tidak perlu untuk ditinggal, kami langsung berjalan naik mempertimbangkan langit yang juga mulai gelap. Pada waktu diparkiran tadi aku sedikit kaget mendengar biaya per motor yang dikeluarkan.

"Berapa pak?"

"25 ribu per motor" jawab kang parkir yang merupakan warga sekitar.

"Sudah termasuk tiket masuknya kan y?"

" Y "

Jika dihitung-hitung dengan biaya 25k per motor maka bisa dikatakan tiket masuk per orang adalah 10K ditambah biaya parkir sebesar 5k, itu jika memang mereke berboncengan. Tapi jika motoran sendiri maka hitungan tiketnya menjadi lebih mahal, sebesar 20k. Aku tidak seberapa suka dengan sistem pembayaran seperti itu, padahal di gunung dengan ketinggian serupa tiket masuk per orang hanya 10k dan tiket itu terpisah dari hitungan parkir.

Baru saja berapa menit berjalan, nafas kami telah ngos-ngosan, di sebuah gubuk pondokan kami berhenti sejenak.

"Tibake pegel y, padahal tk kiro cedek"

"Soale dalane mungah, baru pertama mlaku langsung diwehi track nanjak eh gak ono bonuse blas" Aku mengawasi jalur pendakian yang tampak menanjak, tidak terlihat sekalipun akan kita temui jalan setapak.

Setelahnya kami lanjut meneruskan perjalanan, tapi lagi-lagi kaki terasa berat untuk sekedar melangkah, bagaimana tidak? semenjak dari base camp yang kami lewati langsung jalan menanjak. padahal biasanya di gunung-gunung sebelumnya kami akan melewati tack yang landai sebagai pemanasan sebelum nantinya dihadapkan dengan track menanjak.

Sebab track yang tidak ku tebak itulah yang membuat perutku akhirnya "sunduen" Kram lah istilahnya.

"Ah aku terlalu meremehkan yang namanya gunung, sesumbarku tadi di base camp membuat aku merasakan karmanya" gerutuku dalam hati.

Menghadapi track nanjak dalam pendakian memang bukan pertama kalinya aku alami, ketika melakukan summit ke puncak di gunung Arjuno jalur yang dilalui pun sama, bahkan lebih terjal ketika itu. Kaki seakan berat untuk di gerakkan selangkah dua langkah, energi yang dibutuhkan juga lebih banyak dibandingkan jalan turunan, meskipun begitu dalam hati aku meyakinkan diriku untuk tidak berhenti melangkah, ‘lebih baik melangkah dari pada terus diam’.

"aku pernah mendaki di gunung dengan ketinggian 3000 lebih mdpl, masak dengan gunung ini aku tidak bisa menaklukkannya" Semangatku pada diriku sendiri. 

Dititik ini, apakah aku harus berhenti disini? atau sebuah motivasi membuat kakiku dapat melangkah di puncaknya?

- BERSAMBUNG -



Posting Komentar

0 Komentar